Sikap China dalam Perang Rusia-Ukraina: Pandangan & ImplikasiOke, guys! Mari kita ngobrolin sesuatu yang lagi panas banget dan punya dampak global yang gede:
sikap China dalam perang Rusia-Ukraina
. Ini bukan cuma masalah politik luar negeri, lho, tapi juga menyangkut
ekonomi
,
geopolitik
, dan bahkan persepsi kita semua tentang tatanan dunia. Sejak konflik ini pecah, semua mata tertuju pada Beijing, mencari tahu di mana sebenarnya posisi mereka. Apakah mereka sepenuhnya mendukung Rusia, tetap netral, atau punya agenda tersembunyi yang lebih besar? Pertanyaan ini kompleks, dan jawabannya jauh dari sederhana. Memahami bagaimana
China memandang konflik Rusia-Ukraina
itu krusial, karena negara ini adalah kekuatan ekonomi dan militer kedua terbesar di dunia. Setiap langkah yang mereka ambil, setiap pernyataan yang keluar dari mulut diplomat mereka, bisa sangat memengaruhi jalannya perang dan masa depan hubungan internasional. Kita akan coba bedah bareng, melihat dari berbagai sudut pandang, mulai dari
latar belakang sejarah
hingga
kepentingan ekonomi
dan
ambisi geopolitik
China. Jangan sampai ketinggalan, ya, karena informasi ini penting banget untuk kita semua agar punya pemahaman yang utuh. Ada banyak banget spekulasi dan analisis di luar sana, tapi kita akan coba fokus pada fakta dan tren yang bisa kita amati. Pokoknya, siap-siap karena pembahasan ini bakal mendalam banget, guys! Kita akan telusuri bagaimana kebijakan luar negeri China yang selalu menekankan
kedaulatan
dan
non-intervensi
ini berinteraksi dengan situasi yang sangat menantang ini, di mana kedaulatan sebuah negara diserang. Ini menjadi ujian berat bagi prinsip-prinsip yang seringkali mereka gaungkan. Yuk, kita mulai!# Memahami Posisi Diplomatik China: Antara Netralitas dan KepentinganKetika kita bicara tentang
posisi diplomatik China
terkait perang Rusia-Ukraina, yang pertama kali terlintas mungkin adalah kesan
netralitas
yang mereka tunjukkan. Namun, guys, kalau kita perhatikan lebih dekat, netralitas mereka ini punya nuansa dan dinamika yang sangat kompleks. Sejak awal invasi, China memang selalu menyerukan dialog dan penyelesaian damai, serta menegaskan pentingnya
menghormati kedaulatan dan integritas wilayah
semua negara, termasuk Ukraina. Pernyataan ini secara teoritis terdengar sejalan dengan norma-norma internasional, kan? Tapi, di sisi lain, Beijing juga selalu menolak untuk mengutuk Rusia secara langsung atau bergabung dengan sanksi ekonomi yang diberlakukan oleh negara-negara Barat. Ini yang bikin posisi mereka jadi ambigu di mata banyak pihak. Mereka seringkali menekankan bahwa sanksi itu hanya akan memperburuk situasi dan tidak menyelesaikan akar masalah. Selain itu, China juga cenderung menyalahkan perluasan NATO sebagai penyebab fundamental konflik ini, sebuah narasi yang sangat mirip dengan pandangan Rusia. Jadi, guys, bisa dibilang ini bukan netralitas murni, melainkan
netralitas yang punya bias
atau yang sering disebut
pro-Rusia netral
. Mereka secara retoris mendukung perdamaian dan kedaulatan, tapi secara substansial mereka tidak mengambil tindakan yang merugikan Rusia.
Kepentingan nasional China
jelas menjadi faktor utama di balik sikap ini. Bagi China, mempertahankan hubungan baik dengan Rusia itu vital. Mereka berbagi perbatasan panjang, punya kepentingan strategis dalam menyeimbangkan kekuatan Amerika Serikat, dan sama-sama melihat tatanan dunia multipolar sebagai masa depan yang ideal, di mana dominasi Barat tidak lagi absolut. Rusia adalah mitra penting dalam forum-forum seperti BRICS dan SCO, yang menjadi platform bagi China untuk memperluas pengaruhnya. Dari sudut pandang ekonomi, China juga menjadi pembeli utama minyak dan gas Rusia yang sekarang diboikot oleh negara-negara Barat. Ini memberikan
keuntungan ganda
bagi China: mereka mendapatkan energi dengan harga diskon dan sekaligus membantu Rusia mengimbangi dampak sanksi, yang pada akhirnya memperkuat kemitraan strategis mereka. Namun, mereka juga harus hati-hati agar tidak melanggar sanksi sekunder yang bisa membahayakan hubungan ekonomi mereka dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Nah, di sinilah letak keseimbangan yang sulit bagi para diplomat China. Mereka harus berjalan di atas tali, menjaga hubungan dengan Rusia tanpa sepenuhnya mengasingkan Barat, yang tetap merupakan pasar ekspor terbesar mereka. Ini adalah tugas diplomatik yang
sangat rumit
dan membutuhkan strategi yang cermat. Mereka berusaha memproyeksikan citra sebagai pemain global yang bertanggung jawab, yang peduli terhadap perdamaian, namun pada saat yang sama, mereka juga sedang membangun blok kekuatan alternatif yang bisa menantang hegemoni Barat. Makanya, jangan heran kalau pernyataan mereka kadang terkesan multi-interpretasi. Semua ini adalah bagian dari
strategi besar China
untuk menavigasi lanskap geopolitik yang terus berubah, sambil tetap mengamankan kepentingan mereka di kancah global. Intinya,
diplomasi China
dalam konflik ini adalah permainan catur tingkat tinggi, guys, di mana setiap gerakan dipertimbangkan dengan matang.# Latar Belakang Hubungan China-Rusia: Persahabatan Tanpa Batas?Kalau kita mau memahami sikap China dalam perang Rusia-Ukraina, kita harus banget menyelami
latar belakang hubungan China-Rusia
yang sudah terjalin lama dan terus menguat, terutama dalam beberapa dekade terakhir. Slogan ‘persahabatan tanpa batas’ yang diumumkan Xi Jinping dan Vladimir Putin sebelum invasi, bukan sekadar basa-basi, guys. Itu adalah cerminan dari kemitraan strategis yang mendalam, yang dibangun di atas
saling membutuhkan
dan
saling mendukung
dalam menghadapi apa yang mereka anggap sebagai hegemoni Barat, khususnya Amerika Serikat. Sejarah hubungan kedua negara ini memang panjang dan berliku, pernah ada periode ketegangan, tapi sejak berakhirnya Perang Dingin, mereka menemukan titik temu yang kuat. Keduanya sama-sama negara adidaya nuklir dengan kursi di Dewan Keamanan PBB, dan sama-sama merasa perlu untuk menyeimbangkan pengaruh AS yang dominan.
Kerja sama pertahanan
menjadi salah satu pilar utama. China telah menjadi pembeli utama persenjataan canggih Rusia selama bertahun-tahun, yang membantu modernisasi militer mereka secara signifikan. Selain itu, mereka sering melakukan latihan militer bersama, yang menunjukkan tingkat koordinasi dan interoperabilitas yang tinggi antara angkatan bersenjata mereka. Ini bukan cuma soal jual-beli senjata, tapi juga
pertukaran teknologi
,
intelijen
, dan
strategi keamanan
yang membuat kedua negara ini semakin dekat. Di bidang
ekonomi
, ikatan mereka juga sangat kuat. Rusia adalah salah satu pemasok energi utama bagi China, yang haus akan minyak dan gas untuk mendukung pertumbuhan ekonominya yang masif. Setelah invasi Ukraina dan sanksi Barat, ketergantungan Rusia pada pasar China justru semakin meningkat, karena China menjadi pembeli terbesar komoditas energi Rusia dengan harga yang mungkin lebih menguntungkan bagi Beijing. Ini adalah
win-win solution
bagi keduanya, setidaknya dalam konteks jangka pendek, karena China mendapatkan pasokan energi yang stabil, sementara Rusia punya pasar alternatif untuk produknya. Selain energi, perdagangan barang dan investasi juga terus berkembang. China adalah mitra dagang terbesar Rusia, dan investasi China di Rusia terus bertumbuh, terutama dalam proyek infrastruktur dan energi.
Kerja sama regional dan multilateral
juga sangat erat. Baik China maupun Rusia sama-sama anggota kunci dalam organisasi seperti
Shanghai Cooperation Organization (SCO)
dan
BRICS
, yang merupakan platform penting bagi mereka untuk menyuarakan pandangan mereka tentang tatanan dunia dan menantang dominasi institusi yang dipimpin Barat. Mereka sering memiliki pandangan yang sama dalam isu-isu global, seperti reformasi PBB, kebijakan energi, dan isu-isu keamanan siber.
Veto di PBB
juga seringkali mereka gunakan secara bersamaan untuk menggagalkan resolusi yang dianggap merugikan kepentingan mereka atau sekutu mereka. Dari sudut pandang
ideologi dan politik
, meskipun China secara resmi adalah negara komunis dengan ekonomi pasar sosialis, dan Rusia cenderung ke arah otoriterisme nasionalis, keduanya memiliki kesamaan dalam penolakan terhadap intervensi asing dalam urusan domestik dan penekanan pada
kedaulatan negara
di atas hak asasi manusia universal, yang seringkali mereka anggap sebagai alat campur tangan Barat. Mereka sama-sama melihat AS dan sekutunya sebagai kekuatan yang mencoba merusak stabilitas internal mereka dan menghambat kebangkitan mereka sebagai kekuatan global. Jadi, guys,
persahabatan tanpa batas
ini bukan sekadar retorika kosong. Ini adalah kemitraan strategis yang didasarkan pada
kepentingan geopolitik
,
ekonomi
, dan
keamanan
yang mendalam, yang membuat China sangat enggan untuk mengambil sikap yang bisa merusak hubungannya dengan Rusia, bahkan di tengah perang yang sedang berlangsung ini. Ini adalah fondasi mengapa
sikap China dalam perang Rusia-Ukraina
cenderung hati-hati dan tidak langsung menyalahkan Moskow. Ini adalah ikatan yang telah teruji waktu, dan mereka punya banyak alasan untuk menjaganya.# Dampak Ekonomi dan Geopolitik bagi ChinaPerang Rusia-Ukraina ini, guys, tidak hanya menimbulkan gelombang di Eropa, tetapi juga membawa
dampak ekonomi dan geopolitik yang signifikan bagi China
. Meskipun Beijing berusaha menjaga jarak dan memposisikan diri sebagai pihak netral, realitasnya, konflik ini tetap memiliki konsekuensi besar terhadap
kepentingan nasional China
, baik di dalam negeri maupun di panggung global. Mari kita bahas satu per satu, karena ini penting banget untuk memahami mengapa China mengambil langkah-langkah tertentu.### Tantangan Ekonomi DomestikPertama, mari kita lihat dari sisi
tantangan ekonomi domestik
yang dihadapi China. Meskipun China adalah ekonomi terbesar kedua di dunia, perang ini membawa ketidakpastian yang berdampak pada
rantai pasok global
dan
harga komoditas
. China sangat bergantung pada impor energi dan bahan baku, dan kenaikan harga minyak, gas, dan pangan akibat perang ini mau tidak mau memengaruhi biaya produksi di China. Ini bisa memicu inflasi, yang pada akhirnya membebani konsumen dan produsen dalam negeri. Bayangin aja, guys, kalau harga bahan bakar naik terus, biaya logistik juga ikut melonjak, otomatis harga barang-barang lain juga ikut terpengaruh. Selain itu,
ketidakpastian pasar global
akibat konflik ini juga bisa berdampak pada ekspor China. Uni Eropa dan Amerika Serikat adalah pasar ekspor terbesar bagi produk-produk China. Kalau ekonomi di sana melambat atau bahkan resesi karena perang, permintaan terhadap produk China juga pasti menurun. Ini bisa menjadi
pukulan telak
bagi pertumbuhan ekonomi China yang sangat mengandalkan ekspor. Apalagi, China juga menghadapi masalah internal seperti krisis properti dan tantangan demografi, sehingga tekanan dari faktor eksternal ini semakin menambah beban. Risiko
sanksi sekunder
dari Barat juga menjadi perhatian serius bagi Beijing. Meskipun China tidak secara langsung bergabung dengan sanksi terhadap Rusia, ada kekhawatiran bahwa perusahaan-perusahaan China yang berbisnis dengan entitas Rusia yang disanksi bisa ikut terkena dampaknya. Ini bisa menyebabkan perusahaan-perusahaan China kehilangan akses ke pasar Barat atau teknologi kunci, yang jelas akan
sangat merugikan
ambisi teknologi dan ekonomi mereka. Makanya, pemerintah China sangat hati-hati dalam mengarahkan perusahaan-perusahaan domestik untuk tidak terang-terangan melanggar sanksi yang ada, meskipun mereka tetap mempertahankan perdagangan dengan Rusia. Mereka harus berjalan di atas tali yang tipis, menjaga hubungan dengan Rusia tanpa membahayakan hubungan yang lebih luas dengan Barat. Ini adalah salah satu
dilema terbesar
yang dihadapi China saat ini.### Ambisi Geopolitik GlobalSelain tantangan ekonomi, perang ini juga punya implikasi besar terhadap
ambisi geopolitik global China
. China sudah lama ingin memproyeksikan citra sebagai kekuatan global yang bertanggung jawab dan pemimpin dalam tatanan dunia multipolar. Namun,
sikap China dalam perang Rusia-Ukraina
yang terkesan ambigu ini bisa
merusak reputasi
mereka di mata negara-negara Barat dan bahkan beberapa negara berkembang. Banyak negara yang berharap China bisa menggunakan pengaruhnya untuk menekan Rusia agar menghentikan perang, tetapi Beijing belum mengambil langkah drastis seperti itu. Ini bisa membuat China dituduh sebagai pihak yang kurang proaktif dalam menjaga perdamaian global. Konflik ini juga mempercepat
penyatuan kembali aliansi Barat
. Invasi Rusia telah memberikan dorongan baru bagi NATO dan Uni Eropa untuk memperkuat kerja sama keamanan dan pertahanan mereka. Ini jelas bukan skenario yang diinginkan China, karena
konsolidasi kekuatan Barat
ini bisa semakin menekan China di masa depan, terutama dalam isu-isu seperti Laut China Selatan atau Taiwan. Aliansi ini bisa semakin solid dan bersatu dalam menghadapi
tantangan geopolitik dari Tiongkok
. Dari sisi lain, konflik ini juga membuka
peluang strategis
bagi China. Dengan Rusia yang semakin terisolasi dari Barat, ketergantungan Rusia pada China semakin meningkat. Ini memberikan China
pengaruh yang lebih besar
atas Moskow, baik dalam hal ekonomi maupun politik. China bisa mendapatkan pasokan energi dan bahan baku dengan harga lebih murah, serta memperkuat posisinya sebagai mitra utama Rusia. Ini adalah
kesempatan emas
bagi China untuk membentuk ulang tatanan regional di Asia Tengah dan bahkan memperluas
inisiatif Jalur Sutra (BRI)
mereka ke wilayah-wilayah baru. Namun, risiko yang datang bersamaan juga besar. China tidak ingin terlalu dekat dengan Rusia sehingga dianggap sebagai kaki tangan Moskow. Mereka ingin dilihat sebagai kekuatan independen yang punya kebijakan luar negeri sendiri. Jadi, guys,
dampak perang Rusia-Ukraina terhadap China
ini ibarat pedang bermata dua. Ada tantangan besar di bidang ekonomi dan reputasi, tapi juga ada peluang untuk meningkatkan pengaruh geopolitik mereka. Cara Beijing menavigasi kompleksitas ini akan menentukan
arah masa depan kebijakan luar negeri China
dan posisinya di kancah global.# Narasi Media China dan Persepsi PublikSekarang, mari kita bicara soal bagaimana
narasi media China
membingkai perang Rusia-Ukraina, dan bagaimana ini memengaruhi
persepsi publik
di sana, guys. Ini penting banget karena media di China itu di bawah kontrol ketat pemerintah, jadi apa yang dipublikasikan seringkali mencerminkan
pandangan resmi Beijing
. Sejak awal konflik, media pemerintah China, seperti CCTV, Xinhua, dan Global Times, cenderung menayangkan liputan yang
sangat hati-hati
dan seringkali
pro-Rusia
. Mereka jarang sekali secara langsung mengutuk invasi Rusia atau menyebutnya sebagai
perang
. Sebaliknya, istilah yang sering digunakan adalah
krisis Ukraina
atau
operasi militer khusus
. Ini berbeda jauh dengan terminologi yang dipakai media Barat, kan? Liputan seringkali fokus pada
kekhawatiran keamanan Rusia
terkait perluasan NATO ke timur, dan mengulang narasi bahwa Amerika Serikat dan sekutunya lah yang memprovokasi konflik ini. Mereka juga kerap menyoroti
dampak negatif sanksi Barat
terhadap ekonomi global dan kehidupan masyarakat, tanpa banyak membahas penderitaan warga sipil Ukraina akibat agresi Rusia. Gambar-gambar kehancuran atau korban sipil dari pihak Ukraina jarang sekali menjadi sorotan utama, kecuali jika itu bisa dihubungkan dengan kegagalan Barat atau ‘provokasi’ Ukraina. Mereka juga gencar menyoroti
upaya diplomatik China
untuk menyerukan perdamaian dan dialog, mencoba memposisikan China sebagai mediator yang bertanggung jawab dan netral, meskipun dalam praktiknya,
proposal perdamaian China
belum mendapatkan banyak daya tarik dari Ukraina atau Barat karena dianggap tidak adil. Tujuan dari
narasi media China
ini adalah ganda. Pertama, untuk mendukung
posisi diplomatik China
yang condong ke Rusia, dengan membenarkan atau setidaknya tidak mengkritik tindakan Moskow. Kedua, untuk membentuk
persepsi publik domestik
agar sejalan dengan kebijakan pemerintah. Dengan mengontrol informasi yang beredar, pemerintah China bisa memastikan bahwa mayoritas warganya memiliki pemahaman yang mendukung pendekatan Beijing terhadap konflik ini. Ini membantu menjaga
stabilitas sosial
dan
kohesi nasional
di tengah ketegangan global. Efeknya, banyak warga China yang cenderung melihat konflik ini sebagai
perang proksi
antara Rusia dan NATO (yang didominasi AS), bukan sebagai agresi Rusia terhadap Ukraina. Mereka seringkali percaya bahwa
akar masalahnya adalah ekspansi NATO
dan keinginan AS untuk mempertahankan hegemoni globalnya, bukan karena ambisi teritorial Rusia. Pandangan ini diperkuat oleh
kurangnya akses terhadap informasi alternatif
dan
filtroasi berita
yang ketat di internet China. Ada juga sentimen
anti-Barat
dan
anti-Amerika
yang kuat di kalangan sebagian publik China, yang membuat mereka lebih cenderung bersimpati pada Rusia yang dianggap sebagai
korban provokasi Barat
. Sentimen ini diperkuat oleh narasi media yang terus-menerus mengkritik
standar ganda Barat
dan
hipokrisi
dalam isu-isu global. Ini juga sejalan dengan
narasi kebangkitan China
yang sering disampaikan oleh pemerintah, di mana China diposisikan sebagai pemimpin dunia baru yang menentang tatanan lama yang didominasi Barat. Jadi, guys,
narasi media China
ini adalah alat yang
sangat powerful
untuk membentuk pandangan masyarakatnya tentang perang Rusia-Ukraina, dan ini menjadi pilar penting dari
kebijakan luar negeri China
yang ingin menjaga hubungan baik dengan Rusia sambil mengelola citra globalnya.# Prospek Peran China dalam Mediasi dan Penyelesaian KonflikBanyak pihak, terutama negara-negara di Eropa dan bahkan Ukraina sendiri, pernah menaruh harapan besar pada
prospek peran China dalam mediasi dan penyelesaian konflik
Rusia-Ukraina. Mengapa? Karena China adalah satu-satunya negara besar yang punya
pengaruh signifikan
terhadap Rusia, tanpa secara langsung menjadi pihak yang terlibat dalam konflik atau aliansi Barat.
Beijing
memiliki hubungan ekonomi dan politik yang dalam dengan Moskow, sehingga banyak yang berpikir bahwa China lah yang bisa
menekan Rusia
untuk bernegosiasi atau menghentikan perang. Pemerintah China sendiri sudah beberapa kali menyuarakan pentingnya dialog dan perdamaian, serta telah mengajukan
rencana perdamaian 12 poin
pada Februari 2023. Proposal ini menyerukan gencatan senjata segera, diakhirinya sanksi sepihak, dan penghormatan terhadap kedaulatan semua negara. Di atas kertas, terdengar bagus, kan? Namun, guys, rencana ini
gagal mendapatkan dukungan luas
dari Ukraina maupun Barat. Ukraina merasa bahwa proposal tersebut terlalu umum dan tidak spesifik dalam menuntut penarikan pasukan Rusia atau mengembalikan integritas teritorial Ukraina. Negara-negara Barat juga skeptis, melihatnya sebagai upaya China untuk memposisikan diri sebagai
pembuat perdamaian
tanpa benar-benar memberikan tekanan substansial pada Rusia. Selain itu, rencana itu juga tidak menyebutkan penanggung jawab konflik secara eksplisit, yang kembali memperkuat persepsi
netralitas pro-Rusia
dari China. Lalu, kenapa
peran mediasi China
ini sulit terwujud atau bahkan tidak efektif? Ada beberapa alasan, guys. Pertama,
kepercayaan
. Barat dan Ukraina sulit percaya pada peran mediator China karena
Beijing tidak pernah secara langsung mengutuk invasi Rusia
dan terus memperkuat hubungan ekonominya dengan Moskow. Ini membuat mereka ragu apakah China benar-benar bisa menjadi mediator yang
tidak memihak
dan
adil
. Kedua,
kepentingan nasional China
. Seperti yang sudah kita bahas, China punya kepentingan strategis yang besar dalam menjaga hubungan baik dengan Rusia sebagai
mitra anti-Barat
. Memaksa Rusia untuk mundur atau menghentikan perang mungkin akan
merusak hubungan vital ini
, yang tidak diinginkan oleh China. Mereka tidak ingin mengorbankan
kemitraan strategis
mereka hanya demi menjadi mediator yang dianggap ‘adil’ oleh Barat. Ketiga,
kompleksitas konflik itu sendiri
. Perang ini melibatkan isu-isu keamanan yang sangat mendalam bagi Rusia, termasuk kekhawatiran tentang perluasan NATO, dan isu kedaulatan yang fundamental bagi Ukraina. Menyelesaikan masalah ini membutuhkan konsesi besar dari kedua belah pihak, dan mungkin
China tidak memiliki leverage yang cukup
atau kemauan politik untuk memaksa konsesi tersebut. Meskipun ada kunjungan diplomatik dari perwakilan China ke Eropa dan Ukraina,
hasil konkretnya masih minim
. China mungkin lebih memilih untuk memainkan peran
pendukung tidak langsung
bagi Rusia, sambil menjaga jarak yang cukup untuk menghindari sanksi sekunder, daripada menjadi mediator aktif yang bisa
merusak keseimbangan strategis
yang sudah mereka bangun. Jadi, guys, meskipun
China punya potensi
untuk menjadi mediator karena pengaruhnya terhadap Rusia,
prospek peran mediasi China
ini masih
sangat menantang
dan
penuh keraguan
. Mereka harus menunjukkan komitmen yang lebih jelas terhadap prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas wilayah, serta meyakinkan kedua belah pihak bahwa mereka bisa menjadi perantara yang imparsial. Tanpa perubahan signifikan dalam pendekatan mereka,
peran China sebagai juru damai
sejati mungkin akan tetap menjadi harapan kosong bagi banyak pihak.# Kesimpulan: Masa Depan Sikap China dan Tatanan DuniaNah, guys, setelah kita bedah panjang lebar tentang
sikap China dalam perang Rusia-Ukraina
, bisa kita simpulkan bahwa posisi Beijing ini adalah hasil dari kalkulasi strategis yang
sangat hati-hati
dan
kompleks
, bukan sekadar netralitas biasa. China sedang mencoba menavigasi tatanan dunia yang sedang bergeser, di mana
kepentingan nasionalnya
menjadi prioritas utama. Mereka berusaha menyeimbangkan kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan Rusia sebagai
mitra strategis
melawan hegemoni Barat, sambil menghindari sanksi sekunder dari Barat yang bisa merugikan ekonomi mereka. Ini adalah
tali temali diplomatik
yang sulit dan penuh risiko.
Perang di Ukraina
ini telah menjadi katalisator yang mempercepat tren-tren geopolitik yang sudah ada, terutama dalam hal
konsolidasi blok kekuatan
. Di satu sisi, kita melihat Barat yang semakin bersatu dan memperkuat aliansi mereka dalam menghadapi apa yang mereka anggap sebagai
ancaman otoriter
. Di sisi lain, China dan Rusia semakin mempererat ikatan mereka, membentuk apa yang bisa disebut sebagai
blok Eurasia
, yang menantang dominasi Barat.
Sikap China yang ambigu
ini, yang cenderung menyalahkan NATO dan mendukung narasi Rusia, telah memperkuat polarisasi ini. Masa depan
sikap China
kemungkinan besar tidak akan berubah drsaftis dalam waktu dekat. Beijing akan terus menyerukan perdamaian dan dialog, sambil tetap
menjaga jalur dukungan tidak langsung
untuk Rusia, terutama dalam hal ekonomi. Mereka akan terus memproyeksikan citra sebagai kekuatan yang bertanggung jawab di kancah global, sambil secara diam-diam
memperkuat kemitraan dengan negara-negara non-Barat
untuk membangun tatanan dunia multipolar yang mereka inginkan. Jadi, jangan harap China akan tiba-tiba berbalik badan dan mengutuk Rusia secara terang-terangan, guys. Itu akan
terlalu mahal
bagi kepentingan strategis mereka. Implikasi bagi
tatanan dunia
dari
sikap China
ini juga sangat signifikan. Ini menandakan erosi lebih lanjut dari konsensus pasca-Perang Dingin yang didominasi Barat. Kita mungkin akan melihat dunia yang semakin terfragmentasi menjadi blok-blok pengaruh yang bersaing, dengan
China dan Rusia
memimpin salah satu blok ini. Ini bisa berarti
peningkatan ketegangan geopolitik
,
perlombaan senjata baru
, dan
perpecahan dalam kerja sama internasional
yang akan memengaruhi semua orang. Isu-isu seperti perdagangan, teknologi, dan keamanan siber akan semakin dipolitisasi. Selain itu,
kepercayaan global terhadap China
juga akan menjadi pertaruhan. Meskipun China mungkin bisa meyakinkan publik domestiknya,
sikapnya terhadap konflik Ukraina
ini telah
merusak citranya
di banyak negara demokrasi Barat. Ini bisa mempersulit upaya China untuk mempromosikan inisiatif globalnya atau mendapatkan dukungan untuk visinya tentang tatanan dunia baru. Jadi,
China perlu lebih transparan
dan konsisten jika ingin diakui sebagai pemimpin global yang benar-benar menjunjung tinggi perdamaian dan kedaulatan. Pada akhirnya,
perang Rusia-Ukraina
bukan hanya tentang dua negara yang berperang, guys. Ini adalah
uji coba besar
bagi seluruh sistem internasional, dan
sikap China
dalam konflik ini akan menjadi salah satu faktor kunci yang membentuk
masa depan geopolitik global
. Kita harus terus memantau setiap langkah Beijing, karena implikasinya akan terasa di seluruh dunia, termasuk bagi kita semua.